Sejarah Kecil (Petite Historie) Alun-alun Bandung

Tanggal 18 kemarin, Aleut! dan Mooibandoeng berkesempatan untuk yang kedua kalinya mengisi acara pemanduan sekitar gedong Merdeka dalam rangka Dies Natalis KAA. Nah ceritanya peserta pemanduan kali ini, walaupun kurang mendapat publikasi yang luas, ternyata mencapai dua kali lipat dari peserta tahun lalu, thanks to Facebook and jaringan luas Aleut! yang bisa sudah bisa mencapai pelosok Indonesia (seperti XL) hahaha,,,

Singkat kata, saya juga kedapetan jadi pemandu nih, kali ini sendirian namun dengan peserta regu yang berjumlah sekitar 20 orang, alhamdulilah berjalan lancar tanpa kendala berarti,,,

Supaya pemanduannya nggak monoton, sebelum mandu sebenernya saya sempet buka2 buku di rumah buat nyari kisah-kisah seputar alun2, yang kalo istilahnya Pak Rosihan Anwar mah “Petite Historie” -nya alias sejarah kecil yang gak penting2 amat, namun cukup menarik utk diulas,,, Akhirnya saya emang dapet beberapa kisah, namun sayangnya pas pemanduan materi tersebut seakan2 menghilang dari otak saya,, hahaha

Okelah, saya sharing aja sedikit kisah2 yang sy dapet dari buku2 tersebut,, sesuai titik perjalanan aja deh,,

alun2 dari dari angkasa

Titik Nol Kilometer – Jalan Raya Pos

Bicara mengenai titik ini, mau gak mau kita bicara mengenai Daendels, yang sy anggap sebagai pendiri kota Bandung (featuring Wiranatakusumah II tentunya). Daendels ini adalah orang Belanda yang di negeri asalnya dianggap pengkhianat karena dianggap memihak Prancis. Ia salah satu pemimpin partai yang menentang keluarga Oranje, nama partainya yaitu partai Patriot. Partai ini kemudia berkolaborasi dengan Perancis guna menyingkirkan pemerintahan Stadhouder Willem IV, yang mengungsi ke Inggris. Setelah Belanda jatuh ke Perancis, nama Negara itu dirubah menjadi Bataafsche Republiek. Di masa inilah Daendels diutus ke Hindia Belanda untuk menjabat sebagai Gubernur Jenderal. Jadi sejarahnya mungkin harus diperbaiki, Bandung tidak didirikan di masa penjajahan Belanda, melainkan di masa penjajahan Bataafsche Republiek,,,

Di masa pemerintahan Daendels sang “Mas Galak”, ia memerintahkan pembangunan jalan besar dari Anyer sampai Panarukan yang dilakukannya hanya dalam waktu sekitar tiga tahun !!! Bayangkan saja, jalan sejauh itu dengan teknologi seadanya bisa jadi dalam waktu yang sangat singkat, jalan di depan rumah saya aja yang kurang lebih panjangnya 50 meter udah ampir dua taun diperbaiki tapi tetep blangsak,,, weleh2,,,

Pembuatan jalan itu punya beberapa tujuan strategis, antara lain menangkal serangan Inggris dari laut Jawa, menahan perlawanan penduduk, dan mengurangi ancaman bajak laut. Tapi emang dasar nasib, ketiganya gak ada yang sukses. Inggris tetep bisa mendarat di Jawa, Perlawanan penduduk juga gak berkurang, sedangkan para Bajak laut juga gak kehabisan akal, mereka malahan merusak perkebunan di Lampung dan merompak di pesisir Banten.

Suasana GrootePostweg di Pantura

Tapi setidaknya, berkat Daendelslah, Bandung bisa berdiri sampai sekarang. Pertanyaanya, apakah penunjukan tersebut secara sengaja ? Kalo sesuai cerita, pas Daendels feat. Wiranatakusumah lagi jalan2 abis meresmikan jembatan Cikapundung, tiba-tiba dia nancepin tongkat di titik nol sekarang dan berandai2 bahwa kalo dia datang lagi ke tempat yang sama, di bekas tancapan tongkatnya tadi harus berdisi sebuah kota.

Pertanyaanya adalah, iseng amat si Daendels nancepin tongkat trus nyuruh2 buat kota segala ?!! Nah sebenernya kejadiannya gak sesederhana itu, Daendels sudah memperhitungkan bahwa di lokasi Bandung sekarang adalah tempat yang sangat cocok untuk dijadikan sebuah kota mengingat kota ini dikelilingi benteng pertahanan alami berupa pegunungan dan alam yang sejuk. Tidak seperti kota-kota besar di pesisir yang rentan dari serangan laut. Lalu mengapa Bupati Wiranatakusumah nurut2 saja terhadap perintah Daendels ? Tentu saja wong dia digaji sama pemerintah Belanda eh Bataafsche Republiek,,, hehe

Nah, di balik semua keterbatasannya, dalam kondisi yang bagus, Jalan Raya pos ini dapat dilalui kendaraan (berkuda) dalam waktu 18-20 Km/Jam. Sedangkan buku-buku ajar untuk anak Pribumi di tahun 1886 menjelaskan bahwa ,”Sepanjang jalan itu, setiap 16 1/3 menit , ada sebuah pancang untuk menunjukan jarak. Pada setiap pancang kelima, ada bangsal untuk mengganti kuda kereta surat pemerintah. “ Mungkin Inilah yang disebut dengan Bantjeuj, yg letaknya di dekat kantor pos Bandung saat ini.

Pos Kuda

Impian Daendels tentang berdirinya sebuah kota emang terwujud, tapi dia gak sempet menjejakkan kaki lagi di alun2 Bandung karena keburu ditarik ke negerinya oleh Napoleon dan diganti oleh Jansens yang nggak bertahan lama. Salah satu penyebab kemudahan pendaratan Inggris adalah karena para raja-raja Jawa udah kagok Sebel sama “kegalakan” Daendels, jadi mereka membantu perlawanan terhadap Belanda dan mendukung Inggris. Sia-sia lah pembangunan Jalan Raya pos,,,

Walau Jalan raya pos kehilangan fungsi utamanya sebagai jalur pertahanan melawan Inggris. Fungsi utamanya sebagai jalur utama perekonomian juga berlangsung cukup lambat. Pada pertengahan abad 19, pengangkutan kopi dari pedalaman Jawa buat bisa sampe di pelabuhan Semarang bahkan harus menempuh 3-5 bulan perjalanan. Belum lagi dengan beban2 bawaan yang semakin meningkat, sehingga orang Belanda pernah mengusulkan untuk mengimpor Keledai, Llama, Unta bahkan Gajah sebagai alat angkut. Namun itu tidak terjadi, ada jalan keluar yang lebih bagus : Kereta Api !

Hotel Preanger dan Homann

Akibat dari pembangunan jalur kereta api tadi, Bandung semakin mudah diakses dan pengunjungnya semakin banyak. Investasi dan denyut ekonomi meningkat, hotel-hotel mulai bermunculan dan berbenah diri.

Di tahun 1912, Bandung adalah salah satu tujuan wisata utama. Kalau kata buku “The Isles of the East”, kota ini punya jalanan yang bersih, took-toko yang up-to-date, dan rumah-rumah yang mewah. Nah, Saat itu terdapat lima buah Bank, dua Hotel kelas utama, dua buah Koran, gereja2 dll. Dahulu, kedua hotel ini sangat bersaing, bahkan mereka sengaja menempatkan kendaraan di stasiun Bandung, yang dapat langsung mengantar sang tamu ke Hotel.

Iklan Preanger

Hotel Preanger seperti namanya menggambarkan pengunjung utama hotel ini yang tidak lain adalah paraPreanger Planter (pengusaha perkebunan Periangan), bukan Preanger Residence alias penduduk Periangan.

Sebelumya hotel ini lebih dikenal sebagai Pesanggrahan dan toko Thiem. Namun, seiring perkembangan jaman, si pesanggrahan yang tadinya berbentuk rumah panggung disulap menjadi penginapan “Thiem” yang berasitektur “Indische Empire” ditambah dengan fasilitas-fasilitas yang mantep : 100 buah kamar, Kamar mandi di dalam (sangat jarang utk saat itu), air dingin & panas, serta kendaraan wisata.

Di tahun 30’an, Preanger dirombak lagi, kali ini oleh Schoemaker menjadi seperti sekarang. Schoemaker saat itu baru aja pulang dari Amerika jadi dia sangat terpengaruh gaya arsitektur Frank Lloyd Wright yang merancang Empire State Building. Nah kata orang, konon arsitektur hotel Preanger ini mendapat inspirasi dari Hotel Imperial di Jepang sono,,,

Hotel Imperial

Kita beralih ke hotel saingannya, Hotel Homann. Deskripsi mengenai Homann sedikit dibahas dalam buku “The Isles of the East”, sebagai berikut :

The exterior of the Hotel is most inviting, and the pleasant impression thereby created is vastly improved after entering its portals. The Hotel Homann must certainly be styled as one of the very first class hotels of Java

“The room are lofty, well appointed, clean and comfortable. The service thoroughly efficient, whilst the dining hall offers menus which, together with the excellent products of the world’s finest cellars, must gladden the heart of the most fastidious connoisseur”

Artinya “Cari sendiri di kamus,,, hehehe”

Gaya bangunan Homann berkembang sesuai jaman, pertama kali menggunakan gaya empire, kemudian sempat pula bergaya neo gothic, mungkin pemiliknya yang asal Jerman itu kepingin bernostalgia dengan keadaan di negara aslinya dan terakhir bergaya Art-Deco.

Bangunan Homann generasi awal

Cuma orang-orang kelas Jetset yang bisa menikmati kenyamanan hotel Homann ini, tapi siapa bilang orang pribumi gak boleh masuk ? Tentu saja mereka boleh masuk, asalkan berprofesi sebagai “Djongos”, kata tersebut berasal dari kata “Jongens” yang berarti anak laki-laki, namun untuk pribumi diidentikan sebagai pembokat !

BErdasarkan deskripsi buku, Bangunan utama Homann berfungsi sebagai Dining Hall / ruang makan dalam nuansa continental, terdapat juga ruang baca yang berisi jurnal dari seluruh penjuru dunia. Sedangkan ruang-ruang2 kamar berada di bangunan terpisah (pavilioen) di sisi kanan.

Interior Homann

Di akhir tahun 30’an, di bawah manajemen Mr. Van Es, Hotel Homann berbenah, perombakan total dilakukan untuk mengembangkan Homann agar tidak kalah pamor dibanding hotel Preanger. Untuk itu dia menyewa jasa Arsitek A.F. Aalbers yang salah satu karyanya adalah Bank DENIS di Braga. Aalbers ingin menunjukan kemajuan teknologi saat itu, sehingga ia mendesain bangunan Homann Bagaikan sebuah kapal pesiar mewah dengan cerobong-cerobong asapnya yang disimbolkan dalam menara Homann. Di lain waktu, ia juga mendesain Villa Drie Locomotive di Dagoweg, Nggak mau kalah, Schoemaker mendesain Villa Isola yang terinspirasi dari bentuk kapal perang bergaya Venesia. Schoemaker menang, Villa Isola mendapat predikat sebagai bangunan bergaya art-deco paling berhasil di Dunia…

Sayangnya pembangunan Homann di penghujung tahun 30’an itu kurang mendapat publisitas karena Jepang sudah mulai mengancam Hindia Belanda. Akhirnya bangunan ini tidak lama bisa dinikmati orang-orang Belanda karena keburu direbut Jepang. Nah kebalikannya, saat Jepang sudah kalah, hotel ini penuh diisi oleh para Interniran Belanda.

Tak terhitung jumlah orang terkenal yang pernah mengunjungi hotel ini, mulai dari Charlie Chaplin, Pangeran Siam, Sultan Hamengkubuwono, Nikita Kruschev sampai idola saya H. Dada Rosada.

Nah, di tahun 1955 saat diadakan Konferensi Asia Afrika, Hotel Homann dan Preanger ketiban tugas menampung rombongan Delegasi Internasional.

Toko Dunlop

Di seberang Homann, dan di jalan Braga tepatnya, ada bangunan yang sekarang dikenal sebagai Apotik Kimia Farma. Dulunya, bangunan ini sempat ditempati oleh perusahaan Messrs. Rathkamp & Co., yang sangat lengkap dalam menyediakan obat-obatan terbaru dan terbaik, tidak lupa apotik ini juga menerima resep obat berbahasa Inggris yang berbeda dalam hal hitungan berat dll. Saat itu gak banyak aptik yang bisa nerima resep tersebut.

Di foto2 tempo doeloe, kita dapat tau kalo bangunan ini pernah digunakan oleh Firma E. Dunlop and Co., dan Firma ini merupakan salah satu perusahaan tersukses di Hindia Belanda. Perusahaanya berpusat di Weltevreden Batavia, dan memiliki cabang di Bandung, Semarang dan Surabaya. Dunlop bergerak di bidang usaha agen Importir dari berbagai produk seperti :

– Susu asal Swiss (Bear Brand)
– Anggur Bordeaux, Yunani dan Itali
– Champagnes dan Brandy
– Gin dari Wittkampf, HEnkes, dan Bokina
– Rokok2 dari MEsir, Inggris, Turki dan Rusia
– Cerutu dari Havana, Belanda dan Manila
– Peralatan olahraga dari Jepang

Firma ini mulai buka usaha di Batavia tahun 1887, Toko Cabang yang berfungsi menjual barang eceran pertama kali didirikan di Bandung tahun 1896, kemudian menyusul Surabaya tahun 1899, dan di Semarang tahun 1908. Toko-toko eceran ini diberi nama “Nederlandsch Indisch Sigaren Magazyn, Filial E. Dunlop and Co.”

Toko Dunlop Cuy!!

Toko De Vries

Masuknya kereta api dan perdagangan bebas membawa dampak terhadap kemajuan ekonomi Bandung, salah satu yang terkena Imbasnya adalah Messrs. J. R. de Vries & Co. dengan usahanya “Maatschappy tot Voortzetting der Zaken Voorheen.”

Tahun 1906, perusahaan ini hanya menempati gedung kecil yang besarnya tidak sampe seperempat bangunan yang ada sekarang. Firma ini kemudian berhasil mengeruk keuntungan dalam waktu singkat, entah apakah make pesugihan. Saking suksesnya, pada tahun 1910an mereka mengeluarkan dana sekitar 20.000 Gulden untuk merenovasi bangunannya hingga yang seperti sekarang. Gak tanggung-tanggung, De Vries menggunakan jasa biro arsitek Fermont and Cuypers, yang merupakan suatu inovasi saat itu. Alhasil, de Vries merupakan pengguna jasa arsitek swasta pertama di Bandung.

De Vries mengisi tokonya dengan berbagai perlengkapan mewah, ia juga menyewakan gedungnya untuk penjual2 kebutuhan sehari2 seperti parfum2, pakaian Pria, dan minuman keras. Tidak lupa ia menyediakan sebuah ruangan di menara yang bisa digunakan untuk menikmati jamuan teh petang atau anggur di waktu malam. Konon juga, De Vries inilah yang pertama kali menyediakan toilet untuk pengunjung tokonya.

  • Tulisan terbaru, sehangat batagor yang baru digoreng

  • PENGUMUMAN!!! Blog ini tidak memiliki afiliasi dengan organisasi berikut

    Kelompok Teroris Sadness Liberation Army (SLA)

  • NEW PRODUCT!

    Sehat Kuat bagai Hansip!

  • Blog bebas iklan dan pornografi